Sabtu, 22 September 2012

Nyeri


 
NYERI

A.      Proses terjadinya nyeri dan manifestasi fisiologis nyeri
Pengertian nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan jaringan yang nyata misalnya terjadi pada nyeri akibat luka operasi. Berpotensi rusak misalnya pada nyeri dada karena penyakit jantung (Angina Pectoris) dimana timbul nyeri sebagai pertanda akan terjadi kerusakan atau berpotensi rusak pada otot- otot jantung bila tidak ditangani secara benar.

Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP) melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus, kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromidal ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus post sentral dari korteks otak.

Manifestasi fisiologi nyeri
            Nyeri merupakan campuran reaksi fisik , emosi , dan perilaku . cara yang baik untuk memahami pengalaman nyeri , akan membantu menjelaskan tiga komponen fisiologis berikut, yakni : resepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis.terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa ahambatan ke kortek serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersepsikan nyeri (McNair,1990)

B. Tipe Nyeri
1.      Berdasarkan sumbernya
a.        Cutaneus/ superfisial, yaitu nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning (seperti terbakar)
misal: terkena ujung pisau atau gunting
b.      Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar & lbh lama drpd cutaneus
emisal: sprain sendi
c.       Visceral (pada organ dalam), stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan

2.       Berdasarkan lokalisasi/letak
a.        Radiating pain
Nyeri menyebar darr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b.       Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dr jaringan penyebab
c.       Intractable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d.      Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yg hilang
3.       Berdasarkan penyebab:
 Fisik
 Psycogenic
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
4.    Menurut Serangannya
Nyeri aku            : merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan
 Nyeri kronik non keganasan       : dihubungakan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif.
Nyeri Kronik keganasan             : nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang progresif.

SKALA KETERANGAN NYERI
10      : Tipe nyeri sangat berat.
 7 - 9 : Tipe nyeri berat.
4 - 6  : Tipe nyeri sedang.         
1 - 3  : Tipe nyeri ringan.

C.  Respon Nyeri
Ada beberapa respon yang dialami penderita setelah  merasakan sakitnya nyeri :
1. Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
a.       Bahaya atau merusak
b.      Komplikasi seperti infeksi
c.       Penyakit yang berulang
d.      Penyakit baru
e.       Penyakit yang fatal
f.       Peningkatan ketidakmampuan
g.      Kehilangan mobilitas
h.      Menjadi tua
i.        Sembuh
j.        Perlu untuk penyembuhan
k.      Hukuman untuk berdosa
l.        Tantangan
m.    Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
n.      Sesuatu yang harus ditoleransi
o.      Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
p.      Tingkat pengetahuan
q.      Pengalaman masa lalu
r.        Faktor sosial budaya
2. Respon fisiologis terhadap nyeri
a. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1)      Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
2)      Peningkatan heart rate
3)      Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
4)      Peningkatan nilai gula darah
5)      Diaphoresis
6)      Peningkatan kekuatan otot
7)      Dilatasi pupil
8)      Penurunan motilitas GI
b. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
1)      Muka pucat
2)      Otot mengeras
3)      Penurunan HR dan BP
4)      Nafas cepat dan irreguler
5)      Nausea dan vomitus
6)      Kelelahan dan keletihan
c. Respon tingkah laku terhadap nyeri
1)      Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:
2)      Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
3)      Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
4)      Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan tangan
5)      Kontak dengan orang lain/interaksi social
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Nyeri merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.

a. Usia
Menurut Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).

b. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk. (1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka. Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud, 1991).
Nilai-nilai budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain. Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).

d. Ansietas
Meskipun pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif. Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri. Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).

e. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri dan pengobatan yang tidak adekuat.
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya

f. Efek plasebo
Efek plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja. Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya. Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien –perawat yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).

g. Keluarga dan Support Sosial
Faktor lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi nyeri (Potter & Perry, 1993).

h. Pola koping
Ketika seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support emosional dari anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang (Potter & Perry, 1993).

E.      Askep Klien Dengan Gangguan Rasa Nyaman Nyeri
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian

Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
Menetapkan data dasar 
Menegakkan diagnosa keperawatan yang tepat
Menyeleksi terapi yang cocok
Mengevaluasi respon klien terhadap terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur, dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung intermiten, persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
a. Onset dan durasi 
Perawat mengkaji sudah berapa lama nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu pada waktu yang sama.
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan (nyeri yang sangat).
Skala nyeri 
1.Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang dirasakan. 
2.Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
3.Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
4.Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.


Diagnosa
Nyeri kronik berhubungan dengan  proses keganasan  jaringan parut . control nyeri yang tidak adekuat Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan Nyeri akut berhubungan dengan fraktur panggul Koping individu tidak efektif berhubungan dengan nyeri kronik Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri musculoskeletal Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi terhadap nyeri Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri musculoskeletal Disfungsi seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul Gangguan pola tidur yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah Ketidakberdayaan yang berhubungan dengan nyeri maligna kronik Nyeri yang berhubungan dengan :
 Cedera fisik atau trauma Penurunan suplai darah ke jaringan   Proses melahirkan normal
Perencanaan 
1.      mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri
2.      menggunakan berbagai tehnik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami
3.      menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.

Implementasi
1.      mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
a.       Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b.      Kesalahpahaman. Mengurangi kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya. Ketakutan. Memberikan informasi yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri. Kelelahan
c.       Kelelahan dapat memperberat nyeri. Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat yang cukup.  
d.      Kebosanan dapat meningkatkan rasa nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat terapeutik.
2.      memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti : Tehnik latihan pengalihan
a.        menonton televise
b.       berbincang-bincang dengan orang lain
c.       mendengarkan music
Tehnik relaksasi
a.       menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman, tenang dan rileks.
Stimulasi kulit
a.       menggosok dengan halus pada daerah nyeri
b.      mengggosok punggung
c.       menggunakan air hangat dan dingin
d.      memijat dengan air mengalir.

3.       pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin, asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nonsteroid.
4.      pemberian stimulator listrik , yaitu dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan stimulus yang kurang dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi: 
a.       Transcutanius Elecstrital Stimulator (TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu dengan menempatkan beberapa elektrode di luar. 
b.      Percutaneus implanted spinal cord epidural stimulator merupakan alat sum-sum tulang belakang dan epidural yang diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke dalam kulit paa daerah epidural dan columna vertebrae.
c.       Stimulator collumna vertebrae, sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang.

Evaluasi keperawatan
 Evaluasi terhadap masalah nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, di antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa keluhan nyeri.



DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry.2006. Fundamental Of Nursing,Proses Konsep dan Praktis,Edisi 4 Volume2.  Jakarta:EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar