Kebersihan
perorangan (personal hygiene) sangat penting, terutama bagi anak prasekolah.
Umumnya, anak-anak prasekolah belum memahami betul apa yang dimaksud kebersihan
mandiri. Faktor-faktor dari luar sangat
mempengaruhi bagaimana kebersihan itu dapat terjadi. Faktor tersebut dapat
berupa faktor sanitasi lingkungan rumah, faktor pergaulan, dan faktor
pendidikan dari orang tua.
Faktor
pergaulan, faktor dimana seorang anak mulai beradaptasi dengan lingkungan luar.
Seorang anak akan mulai mengenal orang lain pada usia prasekolah, terutama teman
seusia. Mereka mulai membentuk suatu kelompok pertemanan dimana memiliki
keterkaitan dengan pola perkembangan kesehatan pada anak. Seorang anak akan mulai
meniru tingkah laku teman sejawatnya. Dengan demikian, hubungan disekitar
seorang anak sangat berpengaruh dengan tingkah laku yang berhubungan pola
kebersihan anak.
.Pendidikan
orang tua berpengaruh pada pola cara menginformasikan mengenai peningkatan
kesehatan seorang anak. Orang tua yang memiliki pendidikan kurang umumnya
kurang mampu memilih media atau cara mengenai informasi kesehatan mandiri
(personal hygeine). Sedangkan orang tua yang memiliki pendidikan cukup umumnya
dapat menginformasikan pendidikan kesehatan secara tepat melalui media-media
yang sesuai dengan usia anak tersebut. Misalnya dengan menggunakan media berupa
buku cerita komtemporer.
Dalam
jurnal yang berjudul “ upaya peningkatan kebersihan perorangan pada anak pra
sekolah melalui buku cerita kontenporer” terdapat bagaimana upaya-upaya
peningkatan kebersihan anak melalui buku cerita kontenporer. Populasi
penelitian pada jurnal tersebut adalah siswa-siswi kelas B, R A Perwanida
Mojokerto, pada Juli 2009. Pada junal tersebut, buku cerita kontemporer sangat
efektif digunakan untuk peningkatan upaya kesehatan untuk anak pra sekolah. Penelitian
di Amerika Serikat (2006) menunjukkan bahwa buku cerita anak dapat menjadi
acuan dalam pembelajaran perilaku dalam kehidupan sehari-hari. Dalam jurnal
tersebut penelitian dilakukan dengan membagi siswa-siswi RA Perwadida Mojokerto
menjadi kelompok. Kelompok tersebut diberikan pendidikan tentang pemahaman kesehatan
dengan media buku cerita kontemporer. Pemahaman kesehatan yang diberikan berupa
pemehaman kebersihan perorangan. Kebersihan perorangan yang perlu diperhatikan
antara lain kebersihan kuku, kulit, rambut, telinga, hidung, mulut dan gigi,
kebersihan pakaian, dan lain-lain (Muscari, 2005). Dari pemahaman yang
diberikan, sebesar 10 orang (90%) mengalani peningkatan prilaku kesehatan.
Buku
cerita kontemporer media yang sederhana dan mempunyai sruktur penceritaan yang
sesuai dengan anak. Dalam buku cerita kontemporer terdapat banyak ganbar –
gambar penuh warna dan menarik perhatian sang anak dan mengandung pesan kesehatan.
Ditlik secara kognitif anak, membacakan cerita untuk anak merupakan sarana yang
tepat untuk pembelajaran tanpa harus merasa terbebani. Ucapan dan tindakan
tokoh utama sebuah cerita yang sedang di baca merupakan sebuah kepastian nilai
kebenaran bagi anak (Adhim,2004).
Untuk
mengidentifikasi gambar-gambar yang terdapat dalam buku cerita kontemporer,
dapat dilakukan dengan sistem kelompok. Meskipun interaksi yang dilakukan anak-anak
pada usia pra sekolah belum efektif dan diperlukan bimbingan oleh orang dewasa.
Dalam hal ini, kita sebagai perawat mendampingi anak
dalam melakukan kebersihan melalui cerita kontemporer. Apabila anak tidak
mengerti, kita bersikap sebagai fasilitator guna anak dapat melakukan
kebersihan melalui cerita kontemporer secara efektif.
-->
DAFTAR
PUSTAKA
Suryanti
Arief, Yuni. 2009. Upaya Peningkatan Kenersihan Perorangan Pada Anak Prasekolah
Melalui Buku Cerita Kontemporer. Jurnal
Ners Vol 5 No 1, 1 (1): 1--9
A.Proses terjadinya nyeri dan
manifestasi fisiologis nyeri
Pengertian
nyeri, menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah
merupakan pengalaman sensoris subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan
yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan yang nyata, berpotensi rusak,
atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan. Kerusakan jaringan yang nyata
misalnya terjadi pada nyeri akibat luka operasi. Berpotensi rusak misalnya pada
nyeri dada karena penyakit jantung (Angina Pectoris) dimana timbul nyeri
sebagai pertanda akan terjadi kerusakan atau berpotensi rusak pada otot- otot
jantung bila tidak ditangani secara benar.
Proses Terjadinya Nyeri
Reseptor
nyeri dalam tubuh adalah ujung-ujung saraf telanjang yang ditemukan hampir pada
setiap jaringan tubuh. Impuls nyeri dihantarkan ke Sistem Saraf Pusat (SSP)
melalui dua sistem Serabut. Sistem pertama terdiri dari serabut Aδ bermielin
halus bergaris tengah 2-5 µm, dengan kecepatan hantaran 6-30 m/detik. Sistem
kedua terdiri dari serabut C tak bermielin dengan diameter 0.4-1.2 µm, dengan
kecepatan hantaran 0,5-2 m/detik.
Serabut Aδ berperan dalam
menghantarkan "Nyeri cepat" dan menghasilkan persepsi nyeri yang
jelas, tajam dan terlokalisasi, sedangkan serabut C menghantarkan "nyeri
Lambat" dan menghasilkan persepsi samar-samar, rasa pegal dan perasaan
tidak enak.
Pusat nyeri terletak di talamus,
kedua jenis serabut nyeri berakhir pada neuron traktus spinotalamus lateral dan
impuls nyeri berjalan ke atas melalui traktus ini ke nukleus posteromidal
ventral dan posterolateral dari talamus. Dari sini impuls diteruskan ke gyrus
post sentral dari korteks otak.
Manifestasi fisiologi nyeri
Nyeri merupakan campuran reaksi fisik , emosi , dan perilaku . cara yang baik
untuk memahami pengalaman nyeri , akan membantu menjelaskan tiga komponen
fisiologis berikut, yakni : resepsi dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri
mengirimkan impuls melalui serabut saraf saraf perifer. Serabut nyeri memasuki
medulla spinalis dan menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya
sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medulla spinalis.terdapat pesan nyeri
dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri
sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa ahambatan ke kortek
serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi
tentang pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam
upaya mempersepsikan nyeri (McNair,1990)
B. Tipe Nyeri
1.Berdasarkan sumbernya
a. Cutaneus/ superfisial, yaitu
nyeri yang mengenai kulit/ jaringan subkutan. Biasanya bersifat burning
(seperti terbakar)
misal: terkena ujung pisau atau
gunting
b.Deep somatic/ nyeri dalam, yaitu
nyeri yang muncul dari ligament, pemb. Darah, tendon dan syaraf, nyeri menyebar
& lbh lama drpd cutaneus
emisal: sprain sendi
c.Visceral (pada organ dalam),
stimulasi reseptor nyeri dlm rongga abdomen, cranium dan thorak. Biasanya
terjadi karena spasme otot, iskemia, regangan jaringan
2. Berdasarkan lokalisasi/letak
a. Radiating pain
Nyeri menyebar darr sumber nyeri ke jaringan di dekatnya (ex: cardiac pain)
b. Referred pain
Nyeri dirasakan pada bagian tubuh tertentu yg diperkirakan berasal dr jaringan
penyebab
c.Intractable pain
Nyeri yang sangat susah dihilangkan (ex: nyeri kanker maligna)
d.Phantom pain
Sensasi nyeri dirasakan pada bagian tubuh yg hilang
3.Berdasarkan penyebab:
Fisik
Psycogenic
Biasanya nyeri terjadi karena perpaduan 2 sebab tersebut
4. Menurut Serangannya
Nyeri aku: merupakan hasil dari injuri akut, penyakit atau pembedahan
Nyeri kronik non keganasan:
dihubungakan dengan kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak
progresif.
Nyeri Kronik keganasan : nyeri yang dihubungkan dengan
kanker atau proses penyakit lain yang progresif.
SKALA KETERANGAN NYERI
10: Tipe nyeri sangat berat.
7 - 9 : Tipe nyeri berat.
4 - 6: Tipe nyeri
sedang.
1 - 3: Tipe nyeri ringan.
C.
Respon Nyeri
Ada beberapa respon yang dialami
penderita setelah merasakan sakitnya nyeri :
1.
Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien. Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
a.Bahaya atau merusak
b.Komplikasi seperti infeksi
c.Penyakit yang berulang
d.Penyakit baru
e.Penyakit yang fatal
f.Peningkatan ketidakmampuan
g.Kehilangan mobilitas
h.Menjadi tua
i.Sembuh
j.Perlu untuk penyembuhan
k.Hukuman untuk berdosa
l.Tantangan
m.Penghargaan terhadap penderitaan orang lain
n.Sesuatu yang harus ditoleransi
o.Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki
p.Tingkat pengetahuan
q.Pengalaman masa lalu
r.Faktor sosial budaya
2.
Respon fisiologis terhadap nyeri
a. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
1)Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
4)Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari dan
tangan
5)Kontak dengan orang lain/interaksi social
D.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Nyeri
Nyeri
merupakan hal yang kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi pengalaman
seseorang terhadap nyeri. Seorang perawat harus mempertimbangkan faktor-faktor
tersebut dalam menghadapi klien yang mengalami nyeri. Hal ini sangat penting
dalam pengkajian nyeri yang akurat dan memilih terapi nyeri yang baik.
a. Usia
Menurut
Potter & Perry (1993) usia adalah variabel penting yang mempengaruhi nyeri
terutama pada anak dan orang dewasa. Perbedaan perkembangan yang ditemukan
antara kedua kelompok umur ini dapat mempengaruhi bagaimana anak dan orang
dewasa bereaksi terhadap nyeri. Anak-anak kesulitan untuk memahami nyeri dan
beranggapan kalau apa yang dilakukan perawat dapat menyebabkan nyeri. Anak-anak
yang belum mempunyai kosakata yang banyak, mempunyai kesulitan mendeskripsikan
secara verbal dan mengekspresikan nyeri kepada orang tua atau perawat. Anak
belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri
pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan
mengalami kerusakan fungsi (Tamsuri, 2007).
b. Jenis kelamin
Gill
(1990) mengungkapkan laki-laki dan wanita tidak mempunyai perbedaan secara
signifikan mengenai respon mereka terhadap nyeri. Masih diragukan bahwa jenis
kelamin merupakan faktor yang berdiri sendiri dalam ekspresi nyeri. Misalnya
anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis dimana seorang wanita
dapat menangis dalam waktu yang sama. Penelitian yang dilakukan Burn, dkk.
(1989) dikutip dari Potter & Perry, 1993 mempelajari kebutuhan narkotik
post operative pada wanita lebih banyak dibandingkan dengan pria.
c. Budaya
Keyakinan
dan nilai-nilai budaya mempengaruhi cara individu mengatasi nyeri. Individu
mempelajari apa yang diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka.
Hal ini meliputi bagaimana bereaksi terhadap nyeri (Calvillo & Flaskerud,
1991).
Nilai-nilai
budaya perawat dapat berbeda dengan nilai-nilai budaya pasien dari budaya lain.
Harapan dan nilai-nilai budaya perawat dapat mencakup menghindari ekspresi
nyeri yang berlebihan, seperti menangis atau meringis yang berlebihan. Pasien
dengan latar belakang budaya yang lain bisa berekspresi secara berbeda, seperti
diam seribu bahasa ketimbang mengekspresikan nyeri klien dan bukan perilaku
nyeri karena perilaku berbeda dari satu pasien ke pasien lain.
Mengenali nilai-nilai budaya yang
memiliki seseorang dan memahami mengapa nilai-nilai ini berbeda dari
nilai-nilai kebudayaan lainnya membantu untuk menghindari mengevaluasi perilaku
pasien berdasarkan harapan dan nilai budaya seseorang. Perawat yang mengetahui
perbedaan budaya akan mempunyai pemahaman yang lebih besar tentang nyeri pasien
dan akan lebih akurat dalam mengkaji nyeri dan respon-respon perilaku terhadap
nyeri juga efektif dalam menghilangkan nyeri pasien (Smeltzer& Bare, 2003).
d. Ansietas
Meskipun
pada umumnya diyakini bahwa ansietas akan meningkatkan nyeri, mungkin tidak
seluruhnya benar dalam semua keadaaan. Riset tidak memperlihatkan suatu
hubungan yang konsisten antara ansietas dan nyeri juga tidak memperlihatkan
bahwa pelatihan pengurangan stres praoperatif menurunkan nyeri saat pascaoperatif.
Namun, ansietas yang relevan atau berhubungan dengan nyeri dapat meningkatkan
persepsi pasien terhadap nyeri. Ansietas yang tidak berhubungan dengan nyeri
dapat mendistraksi pasien dan secara aktual dapat menurunkan persepsi nyeri.
Secara umum, cara yang efektif untuk menghilangkan nyeri adalah dengan
mengarahkan pengobatan nyeri ketimbang ansietas (Smeltzer & Bare, 2002).
e. Pengalaman masa lalu dengan nyeri
Seringkali
individu yang lebih berpengalaman dengan nyeri yang dialaminya, makin takut individu
tersebut terhadap peristiwa menyakitkan yang akan diakibatkan. Individu ini
mungkin akan lebih sedikit mentoleransi nyeri, akibatnya ia ingin nyerinya
segera reda sebelum nyeri tersebut menjadi lebih parah. Reaksi ini hampir pasti
terjadi jika individu tersebut mengetahui ketakutan dapat meningkatkan nyeri
dan pengobatan yang tidak adekuat.
Cara seseorang berespon terhadap
nyeri adalah akibat dari banyak kejadian nyeri selama rentang kehidupannya
f. Efek plasebo
Efek
plasebo terjadi ketika seseorang berespon terhadap pengobatan atau tindakan
lain karena sesuatu harapan bahwa pengobatan tersebut benar benar bekerja.
Menerima pengobatan atau tindakan saja sudah merupakan efek positif.
Harapan positif pasien tentang
pengobatan dapat meningkatkan keefektifan medikasi atau intervensi lainnya.
Seringkali makin banyak petunjuk yang diterima pasien tentang keefektifan
intervensi, makin efektif intervensi tersebut nantinya. Individu yang
diberitahu bahwa suatu medikasi diperkirakan dapat meredakan nyeri hampir pasti
akan mengalami peredaan nyeri dibanding dengan pasien yang diberitahu bahwa
medikasi yang didapatnya tidak mempunyai efek apapun. Hubungan pasien –perawat
yang positif dapat juga menjadi peran yang amat penting dalam meningkatkan efek
plasebo (Smeltzer & Bare, 2002).
g. Keluarga dan Support Sosial
Faktor
lain yang juga mempengaruhi respon terhadap nyeri adalah kehadiran dari orang
terdekat. Orang-orang yang sedang dalam keadaan nyeri sering bergantung pada
keluarga untuk mensupport, membantu atau melindungi. Ketidakhadiran keluarga
atau teman terdekat mungkin akan membuat nyeri semakin bertambah. Kehadiran
orangtua merupakan hal khusus yang penting untuk anak-anak dalam menghadapi
nyeri (Potter & Perry, 1993).
h. Pola koping
Ketika
seseorang mengalami nyeri dan menjalani perawatan di rumah sakit adalah hal
yang sangat tak tertahankan. Secara terus-menerus klien kehilangan kontrol dan
tidak mampu untuk mengontrol lingkungan termasuk nyeri. Klien sering menemukan
jalan untuk mengatasi efek nyeri baik fisik maupun psikologis. Penting untuk
mengerti sumber koping individu selama nyeri. Sumber-sumber koping ini seperti
berkomunikasi dengan keluarga, latihan dan bernyanyi dapat digunakan sebagai
rencana untuk mensupport klien dan menurunkan nyeri klien.
Sumber koping lebih dari sekitar
metode teknik. Seorang klien mungkin tergantung pada support emosional dari
anak-anak, keluarga atau teman. Meskipun nyeri masih ada tetapi dapat
meminimalkan kesendirian. Kepercayaan pada agama dapat memberi kenyamanan untuk
berdo’a, memberikan banyak kekuatan untuk mengatasi ketidaknyamanan yang datang
(Potter & Perry, 1993).
E.Askep Klien Dengan Gangguan Rasa
Nyaman Nyeri
PROSES KEPERAWATAN
Pengkajian
Pengkajian nyeri yang factual dan akurat dibutuhkan untuk:
Menetapkan data dasar
Menegakkan diagnosa keperawatan yang
tepat
Menyeleksi terapi yang cocok
Mengevaluasi respon klien terhadap
terapi yang diberikan
Perawat harus menggali pengalaman
nyeri dari sudut pandang klien. Keuntungan pengkajian nyeri bagi klien adalah
bahwa nyeri diidentifikasi, dikenali sebagai sesuatu yang nyata, dapat diukur,
dapat djelaskan, serta digunakan untuk mengevaluasi perawatan.
Hal-hal yang perlu dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Ekspresi klien terhadap nyeri
Banyak klien tidak melaporkan/mendiskusikan kondisi ketidaknyamanan. Untuk
itulah perawat harus mempelajari cara verbal dan nonverbal klien dalam
mengkomunikasikan rasa ketidaknyamanan. Klien yang tidak mampu berkomunikasi
efektif seringkali membutuhkan perhatian khusus ketika pengkajian.
2.Klasifikasi pengalaman nyeri
Perawat mengkaji apakah nyeri yang dirasakan klien akut atau kronik. Apabila
akut, maka dibutuhkan pengkajian yang rinci tentang karakteristik nyeri dan
apabila nyeri bersifat kronik, maka perawat menentukan apakah nyeri berlangsung
intermiten, persisten atau terbatas.
3.Karakteristik nyeri
a. Onset dan durasi
Perawat mengkaji sudah berapa lama
nyeri dirasakan, seberapa sering nyeri kambuh, dan apakah munculnya nyeri itu
pada waktu yang sama.
b. Lokasi
Perawat meminta klien untuk
menunjukkan dimana nyeri terasa, menetap atau terasa pada menyebar
c. Keparahan
Perawat meminta klien menggambarkan
seberapa parah nyeri yang dirasakan. Untuk memperoleh data ini perawt bias
menggunakan alat Bantu, skala ukur. Klien ditunjukkan skala ukur, kemudian
disuruh memilih yang sesuai dengan kondisinya saat ini yang mana. Skala ukur
bis berupa skala numeric, deskriptif, analog visual. Untuk anak-anak skala yan
digunakan adalah skala oucher yang dikembangkan oleh Beyer dan skala wajah yang
diembangkan oleh Wong & Baker. Pada skala oucher terdiri dari skala dengan
nilai 0-100 pada sisi sebelah kiri untuk anak-anak yang lebih besar dan skala
fotografik enam gambar pada sisi kanan untuk anak yang lebih kecil. Foto wajah
seorang anak dengan peningkatan rasa ketidaknyamanan dirancang sebagai petunjuk
untuk memberi anak-anak pengertian sehingga dapat memahami makna dan keparahan
nyeri. Anak bisa diminta untuk mendiskripsikan nyeri yang dirasakan dengan
memilih gambar yang ada. Skala wajah terdiri dari enam wajah dengan profil
kartun yang menggambarkan wajah dari wajah yang sedang tersenyum (tidak merasa
nyeri), kemudian secara bertahap meningkat sampai wajah yang sangat ketakutan
(nyeri yang sangat).
Skala nyeri
1.Kualitas
Minta klien menggambarkan nyeri yang dirasakan, biarkan klien mendiskripsikan
apa yang dirasakan sesuai dengan kata-katanya sendiri. Perawat boleh memberikan
deskripsi pada klien, bila klien tidak mampu menggambarkan nyeri yang
dirasakan.
2.Pola nyeri
Perawat meminta klien untuk
mendiskripsikan ativitas yang menyebabkan nyeri dan meminta lien untuk
mendemontrasikan aktivitas yang bisa menimbulkan nyeri.
3.Cara mengatasi
Tanyakan pada klien tindakan yang
dilakukan apabila nyerinya muncul dan kaji juga apakah tindakan yang dilakukan
klien itu bisa efektif untuk mengurangi nyeri.
4.Tanda lain yang menyertai
Kaji adanya penyerta nyeri, seperti
mual, muntah, konstipasi, gelisah, keinginan untuk miksi dll. Gejala penyerta
memerlukan prioritas penanganan yang sama dengan nyeri itu sendiri.
Diagnosa
Nyeri
kronik berhubungan dengan proses keganasan jaringan parut . control
nyeri yang tidak adekuat Cemas berhubungan dengan nyeri yang dirasakan Nyeri
akut berhubungan dengan fraktur panggul Koping individu tidak efektif
berhubungan dengan nyeri kronik Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri musculoskeletal Resiko injuri berhubungan dengan kekurangan persepsi
terhadap nyeri Ansietas yang berhubungan dengan nyeri yang tidak hilang.
Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan nyeri musculoskeletal Disfungsi
seksual yang berhubungan dengan nyeri arthritis panggul Gangguan pola tidur
yang berhubungan dengan nyeri punggung bagian bawah Ketidakberdayaan yang
berhubungan dengan nyeri maligna kronik Nyeri yang berhubungan dengan :
Cedera
fisik atau trauma Penurunan suplai darah ke jaringan Proses
melahirkan normal
Perencanaan
1.mengurangi dan membatasi
faktor-faktor yang menambah nyeri
2.menggunakan berbagai tehnik
noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami
3.menggunakan cara-cara untuk
mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan analgesik sesuai dengan
program yang ditentukan.
Implementasi
1.mengurangi faktor yang dapat
menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan, kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan
dan kebosanan.
a.Ketidakpercayaan. Pengakuan perawat
akan rasa nyeri yang di derita pasien dapat mengurangi nyeri. Hal ini dapat
dilakukan melalui pernyataan verbal, mendengarkan dengan penuh perhatian
mengenai keluhan nyeri pasien, dan mengatakan pada pasien bahwa perawat
mengkaji rasa nyeri pasien agar dapat lebih memahami tentang nyerinya.
b.Kesalahpahaman. Mengurangi
kesalahpahaman pasien tentang nyerinya akan mengurangi nyeri. Hal ini dilakukan
dengan memberitahu pasien bahwa nyeri yang dialami sangat individual dan hanya
pasien yang tahu secara pasti tentang nyerinya. Ketakutan. Memberikan informasi
yang tepat dapat mengurangi ketakutan pasien dengan menganjurkan pasien untuk
mengekpresikan bagaimana mereka menangani nyeri. Kelelahan
c.Kelelahan dapat memperberat nyeri.
Untuk mengatasinya, kembangkan pola aktivitas yang dapat memberikan istirahat
yang cukup.
d.Kebosanan dapat meningkatkan rasa
nyeri. Untuk mengurangi nyeri dapat digunakan pengalih perhatian yang bersifat
terapeutik.
2.memodifikasi stimulus nyeri dengan
menggunakan teknik-teknik seperti : Tehnik latihan pengalihan
a. menonton televise
b. berbincang-bincang dengan
orang lain
c.mendengarkan music
Tehnik relaksasi
a.menganjurkan pasien untuk menarik
napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara, menghembuskan secara perlahan,
melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan punggung, serta mengulangi hal
yang sama sambil terus berkonsentrasi sehingga didapat rasa nyaman, tenang dan
rileks.
Stimulasi kulit
a.menggosok dengan halus pada daerah
nyeri
b.mengggosok punggung
c.menggunakan air hangat dan dingin
d.memijat dengan air mengalir.
3. pemberian obat analgesik, yang
dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi stimulus agar terjadi
perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri. Jenis
analgesiknya adalah narkotika yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah dan
menimbulkan depresi pada fungsi vital, seperti respirasi, dan jenis bukan
narkotika yang paling banyak dikenal di masyarakat adalah aspirin,
asetaminofen, dan bahan antiinflamasi nonsteroid.
4.pemberian stimulator listrik , yaitu
dengan memblok atau mengubah stimulus nyeri engan stimulus yang kurang
dirasakan. Bentuk stimulator metode stimulus listrik meliputi:
a.Transcutanius Elecstrital Stimulator
(TENS), digunakan untuk mengendalikan stimulus manual daerah nyeri tertentu
dengan menempatkan beberapa elektrode di luar.
b.Percutaneus implanted spinal cord
epidural stimulator merupakan alat sum-sum tulang belakang dan epidural yang
diimplan di bawah kulit dengan transistor timah penerima yang dimasukkan ke
dalam kulit paa daerah epidural dan columna vertebrae.
c.Stimulator collumna vertebrae,
sebuah stimulator dengan stimulus alat penerima transistor dicangkok melalui
kantong kulit intraklavicula atau abdomen, yaitu elektroda ditanam melalui
pembedahan pada dorsum sum-sum tulang belakang.
Evaluasi keperawatan
Evaluasi terhadap masalah
nyeri dilakukan dengan menilai kemampuan dalam merespons rangsangan nyeri, di
antaranya hilangnya perasaan nyeri, menurunnya intensitas nyeri, adanya respons
fisiologis yang baik, dan pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari tanpa
keluhan nyeri.
DAFTAR PUSTAKA
Potter &
Perry.2006. Fundamental Of Nursing,Proses
Konsep dan Praktis,Edisi 4 Volume2.Jakarta:EGC